Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Kamis, April 19, 2007

AKSI KORUPSI DALAM IKATAN “PERSAUDARAAN” KELUARGA

AKSI KORUPSI DALAM IKATAN “PERSAUDARAAN” KELUARGA

OLEH PORMADI SIMBOLON

Korupsi adalah kejahatan biasa. Tetapi, di Indonesia dianggap luar biasa, sebab mewabah dan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara," demikian pernyataan kriminolog dari Universitas Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, di Jakarta, Senin ( Kompas, 9/4).

Penulis berpendapat korupsi menjadi kejahatan luar biasa karena terjadi dalam fenomena ikatan “persaudaraan” keluarga. Mereka memiliki ikatan “persaudaraan” sesama pelaku. Kita tidak perlu heran lagi jika kasus korupsi melibatkan kakak-adik, anak-cucu, besan, kerabat, dan lain sebagainya dalam ikatan keluarga.

Tampaknya para koruptor akan menjadi bangga bila dapat memperkaya keluarga atau kerabatnya. Indikasi atau fenomena pelibatan keluarga dalam tindak korupsi tampak kasus Bulog (sedang proses pemeriksaan) dan impor beras (Nkasus Nurdin Halid) dan impor gula ilegal (Kasus adik Nurdin Halid) yang terjadi (Tempo Interaktif, Selasa, 05 Juli 2005)

Ikatan persaudaraan kekeluargaan itu begitu kuat sebagaimana kebudayaan Timur pada umumnya. Dengan demikian tindakan korupsi tidak gampang dibongkar karena berlindung dalam ikatan keluarga. Lalu pelaku korupsi tersebut akan merasa aman karena dibentengi oleh ikatan kekeluargaan tadi. Tindakan korupsi demikian akan menjadi kejahatan luar biasa seperti api dalam sekam bila tidak ketahuan ke ranah publik. Efeknya akan luar biasa kejam dalam menyengsarakan rakyat secara pelan-pelan banyak dalam durasi waktu bertahun-tahun. Korupsi menjadi amat dahsyat mengancam kepentingan nasional.

Korupsi itu ibarat tetesan air yang jatuh pada satu titik permukaan dinding atau tembok rumah yang lalu pelan-pelan dapat merusak dan merobohkan tembok. Tetesan demi tetesan yang jatuh pada dinding atau tembok rumah dapat melobanginya dan pada akhirnya menghancurkannya.

Demikian pula korupsi seperti sudah diketahui umum sudah terjadi dari lingkungan Rukun Tetangga (RT) hingga tingkat lingkungan pemerintahan tingkat tinggi.Korupsi terjadi mulai dari pengurusan KTP hingga pengurusan administrasi kepemerintahan lainnya. Awalnya tindakan korupsi itu biasa-biasa saja, namun lama-lama menjadi luar biasa karena sudah membudaya dan terjadi secara lambat tapi pasti merusak.

Jadi benar apa yang dikatakan kriminolog Nitibaskara bahwa kejahatan korupsi di Indonesia dianggap luar biasa. Luar biasa kejahatan korupsi itu karena bersifat warisan dari generasi tua hingga pada generasi muda. Kalau di Amerika Serikat kejahatan yang mengancam kepentingan nasional adalah terorisme, maka di Indonesia korupsi menjadi ancaman dalam memajukan dan menyejahterakan rakyat Indonesia.

Inilah kenyataan yang membuat kejahatan korupsi menjadi luar biasa. Pertama, korupsi yang sudah mapan tertanam pada diri para pelaku dan keluarganya sehingga sulit diubah karena memang eksistensi hidupnya sudah terlanjur tergantung pada tindakan jahat tersebut. Korupsi terjadi setetes demi setetes dalam frekwensi yang berkali-kali membuat para pelakunya dapat membeli rumah dan mobil dalam waktu relatif singkat. Kedua, korupsi dilakukan dalam suatu ikatan “persaudaraan” sesama koruptor, sehingga pembongkaran kasus korupsi sulit karena akan merusak persaudaraan sesama pelaku korupsi. Sebab jika tidak demikian, mereka semua akan dimasukkan dalam terali besi.

Tidak Sekedar Wacana

Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden telah menyetujui dan mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). Salah satu poin pertimbangannya adalah bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pemerintah bersama-sama masyarakat mengambil langkah-Iangkah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara sistematis dan berkesinambungan.

Kurang lebih 9 tahun para pimpinan negeri ini berniat memberantas tindakan korupsi, namun hasilnya belum signifikan diindikasikan dengan sedikitnya kasus korupsi yang berhasil diselesaikan secara tuntas. Begitu banyak peraturan yang sudah dikeluarkan demi penghapusan atau sekurang-kurangnya mengurangi tindak pidana korupsi, namun korupsi masih berlangsung. Tampaknya ada kesan bahwa pemeriksaan kasus korupsi hanya ditujukan pada “lawan” politik yang memerintah sebelumnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, para gubernur, para bupati dan wali kota untuk sungguh-sungguh melaksanakan instruksi percepatan pemberantasan korupsi di instansi masing-masing. (Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi). Pemberantasan korupsi masih berjalan di tempat. Cuma koruptor kelas “teri” berhasil diproses.

Seperti diberitakan media massa, Presiden pernah menegaskan dalam pidato atau sambutannya, bahwa ia akan tegas dan dengan langkah-langkah konkrit melakukan perbaikan kehidupan rakyat. Salah satunya adalah pemberantasan korupsi di pemerintahannya. Pemerintahan SBY sudah berjalan kurang lebih 2,5 tahun. Hingga sekarang keluh kesah rakyat tentang pahitnya hidup mereka begitu banyak terdengar. Mulai dari mereka yang menjadi korban Lapindo hingga mereka yang menjadi korban himpitan ekonomi.

Sebelum Presiden SBY terpilih, ada beberapa tokoh masyarakat berpendapat bahwa kelemahan SBY adalah sikap tidak tegas alias sering ragu dalam mengambil keputusan. Nada serupa diakui oleh salah satu media nasional (Tajuk Rencana, Kompas, 10/4). Hasilnya bisa dilihat dengan kasat mata, kemiskinan, kelaparan, kebodohan, kekacauan dan ketidakpastian seperti sekarang masih dominan mewarnai kehidupan rakyat kebanyakan di Indonesia. Dengan kata lain pemerintahan sekarang perlu menyelesaikan pemberantasan korupsi demi perbaikan kehidupan bangsa.

Pemerintahan SBY tinggal dua setengah tahun lagi. Harapan semua orang, semoga peraturan-peraturan dalam rangka pemberantasan tindakan korupsi tidak menjadi sekedar wacana belaka. Kita menantikan ketegasan dan langkah-langkah konkritnya dalam menindak para pelaku tindak pidana korupsi dan keluarganya yang terlibat. Bersama semua rakyat pencinta pemerintahan yang bersih, tindak kejahatan korupsi akan dapat diberantas. Semoga.

* Pemerhati masalah sosial, lulusan STFT Widya Sasana Malang.
Powered By Blogger