Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Selasa, Juli 15, 2008

RELIGION FOR HUMANITY

By Pormadi Simbolon

Witnessing many religious cases in Indonesia, we can see that some people of certain religion has used physical force to defend their interest in the name of religion. Their way to reach their purpose had made people of other religion intimidated. In this point, it is necessary to question, what is the function of religion? Why do a religion destruct humanity?

As the feeling of reverence which men entertain towards a Supreme Being, religion is should be reject the way of cruelty. Religion is the way to recognize of God as an object of worship, love, obedience and piety. Logically, if a religion is a way to respect God (Supreme Being), it means the people of religion should respect God’s creatures, include human being.

Destruction of religion

Abd A’la, an expert from Religious Reform Project (RePro) said, physical force is contrary to every single of religion, included Islamic values. Harshness which showed by some people of Islamic radicalism is opposed to Islamic teachings (Suara Pembaruan Daily, July 4, 2008). The physical force to other people can not be tolerated.

The main question is, why some people of religion should do cruelty to others who having different faith? I think that most of people of every single religion do not internalized yet the main substance of a religion. In fact, the main substance of every religion is LOVE. The people of religion should be teached to love God and to love neighbours.

It is clearly, substance of loving God also mean accepting any differences of other people in ethnic groups, religion, race, ideology and so on. The destruction of humanity also be the destruction of the face of religion.

Duty of religious leaders

We used to hear that there are some religious leaders who teach their people hatred to other religions. Its results are conflicts in togetherness. The people of this religion are not ready to live together with other people of different religions. Basically, this hatred is opposed to universal values e.g. human rights as United Nation Organisation declared 1948.

It is the main duty of every single leader of religion to build this country as a place for people of different religion can live together. It is the time for religious leaders to realize it in this globalization spirit.

One of the main way is making the substance of religious teachings to be internalised by people of religions. What are the religious values, they should be showed first to the people. According to our positive thinking, any system of faith must be a respect to God and so it should be a respect also to humanity.

The other way is spreading the universal values of every single religion. Religion is not a system of worship only, but also a system of behaviors to other people in daily life as the result of them. I mean, the love to God is not celebrated in a church or in a masjid, and other religious place only, but it should be manifested in daily life’s attitude to others. Hurting other people is also hurting his/her creator.

Besides, the existential principle of Republic Indonesia is Pancasila, the five principles. Pancasila teaches how to live together between people from any cultural background in Indonesia. The values of Pancasila has verified by the founding fathers to be the principles of life for Indonesian people. Pancasila should be the supreme direction to live in peace and tolerance.

And finally, it is a task for religious leaders and for all of religious people to build a pluralistic world civilization where different religious traditions can co-exist and mutually reinforce the cause of peace and human dignity. It is a challenging task for people of religion.

It is the time for people of religions to realize that religion is not for God only, but it is also for humanity too. Destruction of humanity is the destruction of religion too. Franz Magnis Suseno, a philosopher of Dryarkara in Jakarta said, “Do not make faith (religion) to be a cause of harshness!” We hope that people of different religions can live together in peace and tolerance.

The writes is a former student STFT Widyasasana Malang.
He can be reached at: pormadi.simbolon@gmail.com

Jumat, Juli 04, 2008

KERJASAMA SINERGIS BANGUN GEREJA KATOLIK INDONESIA


“Mari kita kembangkan dan kita bangun kerjasama untuk mengabdi dan melayani masyarakat Katolik Indonesia”, demikian ajakan Sekretaris Jenderal KWI, R.D. P. Sigit Pramudji,Pr dalam sambutan pembukaan pertemuan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dengan para Sekretaris Komisi, Lembaga, Sekretariat dan Departemen (KLSD) Konferensi Waligereja Indonesia yang dilaksanakan menjelang pertengahan Juni 2008 lalu di Bogor.

Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan lembaga Gereja Katolik Indonesia antara lain dengan KLSD KWI. Ditjen Bimas Katolik dan KWI sudah lama bekerja sama dalam bentuk penyelenggaraan pertemuan nasional, sosialisasi produk hukum, pemberian bantuan dana dan sarana/prasana keagamaan Katolik, penyelesaian masalah keagamaan dan dalam bentuk kerjasama non-formal.

“Kedua institusi mempunyai keinginan yang sama yakni mengabdi dan melayani umat yang sama dengan itikad yang baik namun dalam lingkup dalam kerja yang berbeda. Harapan saya, kerjasama ini menghasilkan buah berlimpah dan pelayanan prima bagi umat Katolik Indonesia”, tegas Romo Sigit, panggilan akrab Sekretaris jenderal KWI ini.

Pendapat senada diungkapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus. “Pada era globalisasi dewasa ini, perubahan di segala bidang berkembang terus dengan kecepatan tinggi, hal ini menuntut suatu kerjasama sinergis dan kesalingtergantungan (interdependensi) antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk bekerjasama dalam melayani dan mengabdi umat Katolik sebagai warga Katolik Indonesia seturut otonomitas masing-masing,” jelas Stef Agus pada sambutannya.

Menurut Stef Agus, tuntutan interdependensi dan kerjasama sinergis tersebut akan berhasil optimal bila memperhatikan beberapa hal ini: (1) berpola pikir win-win (saling menguntungkan); (2) sikap menghargai otonomitas atau perbedaan yang ada dan (3) kesediaan untuk saling berbagi. Kurangnya salah satu saja dari hal-hal tadi, akan menggagalkan kerjasama sinergis.

“Untuk itu, Ditjen Bimas Katolik sekali lagi, mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk memperkokoh dan memelihara kerjasama sinergis yang sudah berjalan selama ini dalam memberdayakan masyarakat Katolik Indonesia demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan terwujudnya masyarakat Katolik Indonesia yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia” lanjutnya. Dengan kerjasama demikian diharapkan peran dan partisipasi aktif warga negara Katolik dalam membangun Indonesia yang hidup sejahtera, adil, aman dan demokratis dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika semakin optimal. Hal ini sejalan dengan tema Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 yang salah satu penekanannya antara lain: “...pembaharuan diri menuju keterlibatan yang lebih nyata dalam upaya membentuk keadaban publik baru bangsa” (Bangkit dan Bergeraklah, 2005:256).

“Saya sangat senang bila hal-hal yang dapat dikerjasamakan dengan Bimas Katolik dapat berjalan dengan lancar seperti sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 yang dilakukan selama ini bagi masyarakat katolik indonesia” kata Romo Benny Susetyo,Pr , Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI. Peraturan bersama yang dimaksud adalah Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 Nomor: 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.

Romo Lucas Paliling juga mengamini manfaat kerja sama selama ini. “Bila dalam setahun 1000 orang tenaga Gerejani membutuhkan rekomendasi bebas fiskal dengan harga 1 juta rupiah per orang, maka dana Gereja berhasil dihemat sebesar 1 miliar rupiah” demikian aku pejabat Departemen Tenaga Gerejani KWI ini.

Pertemuan yang dihadiri kurang lebih dari 40 peserta dari Bimas Katolik dan KLSD KWI menghasilakan “Ruang Temua Bersama” yang berisi poin-poin kesepakatan atas hal-hal yang dapat dikerjasamakan dan dikomunikasikan bersama sesuai otonomitas masing-masing. Baik Pemerintah maupun Gereja Katolik mengharapkan kerjasama sinergis ini menghasilkan buah-buah berlimpah bagi warga Katolik Indonesia sekaligus warga Gereja Katolik Indonesia. (Pormadi Simbolon).
Powered By Blogger